sbn- MARABAHAN, Konflik berkepanjangan antara petani sawit di Desa Kolam Kanan, Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala (Batola), dengan KUD Jaya Utama dan PT Agri Bumi Sentosa (ABS) mulai menemui titik terang. Setelah tiga kali pertemuan yang difasilitasi oleh DPRD Batola, harapan akan penyelesaian damai semakin menguat.
RAPAT kerja ketiga yang berlangsung pada Kamis (2 Oktober 2025), di Gedung DPRD Batola, menjadi momentum penting. Ketua DPRD Batola, Ayu Dyan Liliyana Sari Wiryono, memimpin langsung jalannya rapat yang dihadiri oleh berbagai pihak terkait.
Di antaranya adalah perwakilan petani yang didampingi kuasa hukum Fitra Agustinus, pengurus KUD Jaya Utama, manajemen PT ABS, Kepala Desa Kolam Kanan, serta perwakilan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), Polres Batola, dan BNI Cabang Marabahan.
Ayu Dyan Liliyana Sari Wiryono menyatakan harapannya agar pertemuan ini dapat menjadi solusi atas permasalahan yang dihadapi petani sawit.
“Kami berharap, melalui kesepakatan bersama, persoalan ini dapat segera diselesaikan,” jelasnya.
Dalam pertemuan tersebut, Fitra Agustinus kembali menyampaikan aspirasi petani terkait hak panen di lahan milik mereka dan pengembalian sertifikat tanah yang dijaminkan ke bank.
![]()
Fitra juga menyoroti masalah pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) yang dianggap tidak adil.
Ketua KUD Jaya Utama, Nardi, menjelaskan bahwa dari tujuh petani yang didampingi Fitra Agustinus, hanya enam yang terdata sebagai anggota koperasi plasma.
Nardi juga memaparkan sejarah perkembangan plasma sawit di Kolam Kanan, termasuk kendala yang dihadapi terkait status lahan dan perubahan regulasi.
Masalah muncul ketika terjadi perbedaan nama antara pemilik lahan dan nama yang tertera di sertifikat.
Akibatnya, proses pengikatan sertifikat menjadi Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) terhambat.
Selain itu, kebakaran kantor KUD pada tahun 2014 juga menghanguskan seluruh dokumen kepemilikan lahan.
Kepala Desa Kolam Kanan, Endang Sudrajat, menyayangkan tindakan petani yang melakukan panen sendiri.
Menurutnya, hal ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merugikan desa karena kehilangan potensi pendapatan dari retribusi.
Regional Control PT ABS, Haris Prasetyo, menjelaskan bahwa sertifikat kepemilikan lahan tidak ditemukan di bank karena HGU perusahaan yang dijadikan jaminan agunan.
PT ABS menegaskan bahwa masalah SHU sepenuhnya menjadi ranah KUD.
Setelah melalui pembahasan yang mendalam, rapat akhirnya mencapai titik terang.
![]()
Para pihak sepakat untuk melanjutkan koordinasi antara petani sawit, kuasa hukum, KUD Jaya Utama, dan PT ABS.
Junaidin, pimpinan rapat dari DPRD Batola, menyatakan bahwa pihaknya akan terus mengawasi dan mengawal proses mediasi ini.
“Kami yakin, dengan komunikasi yang baik, solusi akan segera ditemukan,” katanya.
Kabag Hukum Setdakab Batola, Metty Monita, menawarkan bantuan mediasi dari Pemkab Batola jika diperlukan.
Fitra Agustinus menyambut baik tawaran tersebut dan berharap agar hak-hak petani dapat segera dipenuhi.
Haris Prasetyo juga menyampaikan harapannya agar koordinasi yang akan dilakukan dapat menghasilkan solusi terbaik bagi semua pihak.***
ahim sbn

















