sbn- BATOLA, Presiden Soeharto pernah membuat keputusan penting terkait nama jembatan besar yang melintasi Sungai Barito.

PADAHAL DPRD Tingkat I Kalimantan Selatan mengusulkan untuk menamakannya “Jembatan Soeharto”, presiden tersebut menolak dan memutuskan agar jembatan itu diberi nama “Jembatan Barito” sesuai dengan sungai yang dilaluinya.


Dengan panjang total sekitar 1.082 meter, jembatan ini tidak hanya melintasi Sungai Barito tetapi juga Pulau Bakut.

Sebagai struktur infrastruktur penting, jembatan ini berperan sebagai penghubung antara provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

Sejarah Jembatan Barito

Jembatan Barito adalah struktur infrastruktur penting yang melintasi Sungai Barito di Kalimantan.

Cerita nama jembatan ini memiliki cerita yang patut diperhatikan, ketika DPRD Tingkat I Kalimantan Selatan mengusulkan untuk menamakannya “Jembatan Soeharto”, Presiden Soeharto sendiri menolak keputusan tersebut.

Sebaliknya, beliau memutuskan agar jembatan itu diberi nama “Jembatan Barito” sesuai dengan sungai yang dilaluinya.

Jembatan ini dibangun pada awal tahun 1990-an dan diresmikan pada tahun 1994. Dengan panjang total sekitar 1.082 meter, jembatan ini tidak hanya melintasi Sungai Barito tetapi juga Pulau Bakut.

Sebagai jembatan besar, fungsinya sangat krusial karena berperan sebagai penghubung antara provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, khususnya menghubungkan kota Banjarmasin (Kalsel) dengan daerah Dayak di Kalteng.

Setelah beroperasi, jembatan ini membawa dampak besar bagi perekonomian dan mobilitas masyarakat.

Ia mempermudah pengiriman barang dagangan, layanan kesehatan, dan pendidikan antar provinsi, serta mengurangi waktu perjalanan yang sebelumnya harus melalui feri atau jalan darat yang jauh.

Saat ini, jembatan Barito menjadi salah satu ikon infrastruktur di Kalimantan Selatan yang sering dikunjungi wisatawan untuk melihat pemandangan Sungai Barito yang luas.

Tahun Pembangunan dan Teknik Konstruksi

Jembatan ini dibangun mulai tahun 1991 dan diresmikan pada tanggal 29 November 1994.

Dalam pembangunannya, digunakan teknik prestressed concrete box girder (balok kotak beton prasetegang) yang modern pada masa itu.

Dengan panjang total sekitar 1.082 meter, jembatan ini terdiri dari beberapa bentang, dengan bentang terpanjang mencapai 120 meter untuk melintasi bagian tengah Sungai Barito yang paling lebar.

Selain itu, ia juga melintasi Pulau Bakut yang terletak di tengah sungai, sehingga dibutuhkan struktur penyangga tambahan untuk menopang beban jembatan.

Pembangunan jembatan ini tidaklah mudah karena harus menghadapi kondisi alam yang menantang, arus sungai yang kuat, terutama saat musim hujan, dan tanah yang lunak di dasar sungai.

Oleh karena itu, untuk fondasi jembatan digunakan pile foundation (pondasi tiang) yang ditekan jauh ke dalam tanah dasar agar kuat menopang seluruh struktur.

Fungsi dan Dampak

Sebagai jembatan besar, fungsinya sangat krusial karena berperan sebagai penghubung antara provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, khususnya menghubungkan kota Banjarmasin (Kalsel) dengan daerah Dayak di Kalteng.

Setelah beroperasi, jembatan ini membawa dampak besar bagi perekonomian dan mobilitas masyarakat, mempermudah pengiriman barang dagangan, layanan kesehatan, dan pendidikan antar provinsi, serta mengurangi waktu perjalanan yang sebelumnya harus melalui feri atau jalan darat yang jauh.

Saat ini, jembatan Barito menjadi salah satu ikon infrastruktur di Kalimantan Selatan yang sering dikunjungi wisatawan untuk melihat pemandangan Sungai Barito yang luas.

Cerita Masyarakat di Sekitar Jembatan

Sebelum jembatan dibangun, masyarakat di kedua sisi sungai harus bergantung pada feri untuk menyeberang.

Banyak orang menceritakan bahwa perjalanan itu seringkali memakan waktu berjam-jam, terutama saat musim hujan ketika arus kuat dan feri sulit beroperasi.

Beberapa pedagang yang membawa barang dari Kalteng ke Banjarmasin bahkan harus menunggu sehari penuh hanya untuk menyeberang.

Selama pembangunan, banyak warga lokal mendapatkan pekerjaan, yang membuat ekonomi sekitar sedikit membaik.

Banyak orang juga kerap datang melihat proses pembangunan jembatan yang begitu besar, yang bagi mereka adalah hal yang baru dan menakjubkan.

Ada cerita bahwa anak-anak di Pulau Bakut senang berjalan-jalan di sekitar lokasi pembangunan, mengantisipasi hari ketika jembatan selesai dan mereka bisa lebih mudah pergi ke kota.

Setelah jembatan beroperasi, kehidupan masyarakat berubah drastis. Orang dari Kalteng bisa lebih mudah datang ke Banjarmasin untuk berbelanja, berobat, atau bersekolah.

Sebaliknya, pedagang dari Banjarmasin bisa menjangkau pasar yang lebih luas di Kalteng.

Banyak warga juga mengatakan bahwa jembatan ini membuat hubungan antar suku (Malay di sisi Kalsel dan Dayak di sisi Kalteng) menjadi lebih erat, dengan lebih banyak pertukaran budaya dan acara bersama di sekitar jembatan.

Saat ini, sekitar jembatan seringkali ada pedagang penjual makanan khas, seperti soto banjar dan pempek, yang menarik wisatawan dan penyeberang.

Banyak orang juga suka bersantai di tepi jembatan pada sore hari untuk melihat matahari terbenam di atas Sungai Barito.

Selama pembangunan, banyak warga lokal mendapatkan pekerjaan, yang membuat ekonomi sekitar sedikit membaik.

Banyak orang juga kerap datang melihat proses pembangunan jembatan yang begitu besar, yang bagi mereka adalah hal yang baru dan menakjubkan.

Ada cerita bahwa anak-anak di Pulau Bakut senang berjalan-jalan di sekitar lokasi pembangunan, mengantisipasi hari ketika jembatan selesai dan mereka bisa lebih mudah pergi ke kota.

Setelah jembatan beroperasi, kehidupan masyarakat berubah drastis. Orang dari Kalteng bisa lebih mudah datang ke Banjarmasin untuk berbelanja, berobat, atau bersekolah.

Sebaliknya, pedagang dari Banjarmasin bisa menjangkau pasar yang lebih luas di Kalteng.

Banyak warga juga mengatakan bahwa jembatan ini membuat hubungan antar suku (Malay di sisi Kalsel dan Dayak di sisi Kalteng) menjadi lebih erat, dengan lebih banyak pertukaran budaya dan acara bersama di sekitar jembatan.***
ahim sbn