suara banua news – BANJARMASIN, Persidangan lanjutan perkara tindak pidana korupsi pengadaan kursi rapat dan kursi tunggu di Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu) dengan terdakwa Mantan Sekda Tanbu, Rooswandi Salem kembali digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Selasa, (31/8/2021) siang kemarin.

SiDANG secara virtual tersebut diketuai majelis hakim Jamser Simanjuntak SH dengan didampingi kedua anggotanya A.Gawi SH,MH dan Arif Winarno SH turut hadir Penasehat Hukum Dino Yudhistira SH dan rekan.

Dari kelima saksi yang dihadirkan JPU Wendra Setiawan SH dan Ghandy SH dari Kejari Tanah Bumbu tersebut berstatus ASN Pemkab. Tanbu, antara lain, Dedy bodin, Ichsan, Sibyani, Adi Febriadi dan Hendra Kesumajaya.


Kelima saksi secara bersama-sama diperiksa silih berganti berbagai pertanyaan disodorkan JPU dan majelis hakim dan terakhir penasehat hukum tentang apa saja yang diketahui terkait kasus dugaan korupsi pada pengadaan kursi yang melibatkan mantan sekda Rooswandi?

Terungkap fakta persidangan, ada hal terkait awal mula terjadinya pengadaan kursi tunggu dan kursi rapat yang diduga dilakukan tak sesuai prosedur dan tidak sesuai dengan kebutuhan satuan kerja itu.

Saksi Ichsan yang merupakan Kabid Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Tanbu dalam kesaksiannya mengatakan, setiap tahun Dinas PMD menyusun acuan prioritas penggunaan dana desa bagi pemerintah desa, khususnya dana yang bersumber dari APBD.

Pada tahun Anggaran 2019 kata Ichsan, awalnya memang belum ada komponen pengadaan kursi tunggu dan kursi rapat tersebut.

Namun atas perintah atasannya kata dia, pengadaan tersebut dimasukkan dalam acuan tersebut saat dipresentasikan di hadapan terdakwa.

“Isinya termuat pengadaan kursi tunggu dan kursi rapat untuk seluruh desa,” kata Ichsan dalam kesaksiannya.

Ia juga mengatakan, pada acuan yang selanjutnya dituangkan dalam surat edaran resmi dan disebarkan kepada camat di seluruh kabupaten Tanbu itu dicantumkan juga nilai pengadaan untuk kursi-kursi tersebut.

Yaitu untuk kursi rapat harga satuan per unit Rp. 650 ribu, sedangkan kursi tunggu per unit seharga Rp 6,5 juta.

Walaupun surat edaran tersebut menurutnya sempat sekali dirubah dan terakhir dicabut.

Sehingga, tak semua desa diharuskan untuk menganggarkan pengadaan kursi rapat dan kursi tunggu tersebut dalam anggaran pendapatan dan belanja desa nya, melainkan disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan atau atas musyawarah desa.

Saksi Sibyani yang merupakan Kasi Pembinaan dan Administrasi Dinas PMD Kabupaten Tanbu mengatakan, sebelum surat edaran tersebut dirubah dan dicabut, Ia pernah mendengar keberatan dari sejumlah desa atas usulan pengadaan kursi tersebut.

Adapun saksi Adi Pebriady, SE selaku pejabat pengadaan dalam keterangan bahwa dalam proyek pengadaan kursi tersebut diakuinya tidak sesuai prosedur lazimnya setiap mau melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa.

” Saya sudah menerima surat SPK dimana dalam dokumen sudah ada pelaksananya, namun setelah dicek pemberkasan sesuai saja tidak ada masalah, ” katanya.

Diakuinya, seharusnya sesuai aturan pihak SKPD meminta kebutuhannya agar dilelangkan, dan barulah panitia pengadaan barang dan jasa untuk memproses pelelangannya, ” terangnya saat ditanya mejelis hakim.

Usai mendengarkan keterangan kelima saksi, sidangpun ditunda minggu depan dengan agenda masih saksi dari JPU.

Sementara penasihat hukum terdakwa, Dino Yudhistira mengatakan, bahwa agenda sidang masih mendengarkan keterangan saksi fakta dari JPU, dan ia masih belum bisa berkomentar terkait keterangan para saksi tersebut.

Sementara saat disinggung kondisi kesehatan terdakwa, diakuinya bahwa kleinnya masih kurang sehat.

” kleinnya Rooswandi ada sakit yang dideritanya yaitu hipertensi, gangguan terhadap kemih dan alergi asap rokok, ” jelasnya saat ditemui usai sidang.

Untuk diketahui, Rooswandi Salem diduga terkait perkara dugaan korupsi pengadaan kursi rapat dan kursi tunggu yang diduga rugikan keuangan negara diperkirakan sekitar 1,8 miliar dan oleh jaksa penuntut umum didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana pada pasal 2 atau 3 jo pasal 18 UURI No 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.***
ahmad kori sbn