![]()
suara banua news – BANJARMASIN, Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Boga Indonesia (APJI) Korwil Kalsel H Aftahudin menilai keputusan pemerintah menaikan pajak ekspor CPO di Indonesia sungguh memberatkan para pengusaha serta masyarakat lokal yang ada di Kalimantan Selatan.
PEMBEBANAN pajak yang juga dikenakan pada impor CPO dalam negeri tersebut, bagaimanapun tidak akan bisa menstabilkan harga CPO di Indonesia umumnya dan Kalsel khususnya.
Ditengah kondisi ekonomi masyarakat yang lagi sulit selama pandemi, jelas kebijakan pemerintah tersebut memberatkan pengusaha dan masyarakat pastinya.
Aftahudin melanjutkan, sebagai pengusaha pihaknya bisa saja bebankan biasa pajak kepada konsumen dengan cara menaikkan harga barang, akan tetapi hal tersebut akan jadi percuma apabila daya beli masyarakat rendah.
” Sebagai pengusaha jelas kami ingin mencari keuntungan dan tidak mau rugi, namun apakah lalu kami harus mengorbankan konsumen kami yang saat ini ekonominya sedang terpuruk akibat pandemi,” terangnya Senin (6/12/2021).
![]()
Aftahudin juga berpendapat, pajak CPO untuk ekspor masih bisa diterima dikarenakan harga jualnya yang masih bisa tinggi, tapi apabila pajak CPO untuk impor dalam negri juga dikenakan, jelas endingnya akan menyulitkan masyarakat Indonesia sendiri.
” Kebijakan pemerintah terkait pajak Import CPO diharapkan kedepannya agar bisa flexible dan menyesuaikan dengan volume daya beli masyarakat Indonesia atau Kalsel saat ini, ” sambungnya.
Lebih jauh H Aftah berharap kebijakan pajak Ekspor Impor Indonesia tersebut bisa direspon secepatnya, agar para pengusaha CPO bisa kembali menekan harga dipasaran yang lebih terjangkau.
” Program Pasar Murah tidak akan pernah menjadi solusi menurunkan ataupun menstabilkan harga CPO di pasaran karena itu hanya solusi jangka pendek, jadi regulasi soal pajak inilah yang harus dipertimbangkan,,” lanjutnya.
Untuk diketahui trend bearish yang membayangi pergerakan harga CPO akhir-akhir ini dipicu katalis negatif seperti keputusan pemerintah Indonesia yang meningkatkan pajak ekspor CPO untuk bulan September menjadi US$ 166 per ton, dari sebelumnya US$ 93 per ton.
Hal ini tentu menjadi pertimbangan para eksportir dalam negeri untuk mengirimkan produknya seiring biaya ekspor yang lebih mahal.
Selain itu, rencana India untuk menaikkan pajak impor untuk minyak sawit dan olahannya mulai akhir September turut membebani pergerakan harga CPO lebih lanjut.
Pemerintah telah mengubah aturan terkait dengan pajak ekspor produk kelapa sawit.
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 76/PMK.05/2021 tentang Perubahan Kedua Atas PMK No. 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Adapun, Kementerian Keuangan menyebut bahwa dasar pertimbangan penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor adalah untuk meningkatkan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar internasional, dengan tetap memperhatikan kesejahteraan petani kelapa sawit.
![]()
Sebagai informasi tambahan bahwa, pemerintah saat ini juga tengah menyiapkan reformasi besar-besaran di sektor perpajakan. Langkah tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) KUP salah satunya PPN sembako.
Sembako sebagai barang yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak sebelumnya tidak dikenakan PPN, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 144 Tahun 2000 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017.
Dengan begitu, ada 13 kategori sembako pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017 yang nantinya akan dikenai PPN, antara lain, beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi-ubian, bumbu-bumbuan, dan gula konsumsi.***
budi ssbn


















