sbn-JAKARTA, Pemerintah Indonesia berencana untuk meningkatkan penerimaan pajak dengan mengintensifkan pengejaran pajak dari aktivitas ekonomi yang selama ini sulit terdeteksi, atau yang dikenal sebagai shadow economy.

LANGKAH ini merupakan bagian dari strategi untuk mencapai target setoran pajak sebesar Rp 2.357,71 triliun pada tahun 2026, seperti yang tercantum dalam Nota Keuangan dan RAPBN Tahun Anggaran 2026.


Sektor-sektor yang menjadi fokus utama dalam pengejaran shadow economy ini meliputi perdagangan eceran, makanan dan minuman, perdagangan emas, serta perikanan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mendefinisikan shadow economy sebagai aktivitas ekonomi yang sulit terdeteksi oleh otoritas berwenang, sehingga seringkali luput dari pengenaan pajak.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan bahwa pengejaran pajak dari shadow economy ini penting untuk mencapai target setoran pajak 2026 tanpa harus menaikkan tarif pajak.

“Ini berkaitan dengan shadow economy dan banyak aktivitas ilegal,” jelasnya dalam konferensi pers RAPBN 2026.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah melakukan berbagai langkah sejak tahun 2025, termasuk kajian pengukuran dan pemetaan shadow economy, penyusunan Compliance Improvement Program (CIP) khusus, serta analisis intelijen untuk mendukung penegakan hukum terhadap wajib pajak berisiko tinggi.

Langkah-langkah konkret yang telah diambil meliputi integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang efektif sejak implementasi sistem Core Tax Administration System (CTAS) pada 1 Januari 2025.

Selain itu, dilakukan proses canvassing aktif untuk mendata wajib pajak yang belum terdaftar, serta penunjukan entitas luar negeri sebagai pemungut PPN atas transaksi digital PMSE.

Pemerintah juga akan terus memperbaiki sistem layanan perpajakan melalui implementasi CTAS, memanfaatkan data pelaku usaha dari sistem OSS BKPM untuk menjaring UMKM, serta melakukan pencocokan data pelaku usaha di platform digital yang belum teridentifikasi secara fiskal.

Target setoran pajak sebesar Rp 2.357,71 triliun pada 2026 merupakan bagian dari total target pendapatan negara sebesar Rp 3.147,68 triliun. Target ini meningkat 13,51 persen dari tahun sebelumnya, dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen dan inflasi 2,5 persen.

Menteri Keuangan memastikan bahwa peningkatan target setoran pajak ini tidak akan dilakukan dengan menaikkan tarif pajak, melainkan melalui reformasi layanan administrasi pajak dan penguatan pengawasan.

Selain itu, pemerintah juga akan mulai mengimplementasikan pajak minimum global pada 1 Januari 2026, serta pertukaran informasi keuangan secara otomatis (AEOI) untuk uang elektronik, mata uang digital, dan aset kripto.

Kerja sama internasional juga diperkuat melalui kebijakan Assistance in Recovery of Tax Claims, yang memungkinkan penagihan pajak lintas negara secara resiprokal.***