suara banua news- BANUA, Penobatan Cevi Yusuf Isnendar sebagai “Raja Kebudayaan Banjar Kalimantan” di Keraton Majapahit, Jakarta pada 6 Mei 2025, menimbulkan polemik dan penolakan keras dari Kesultanan Banjar di Martapura, Kalimantan Selatan.

SULTAN Banjar yang sah, Haji Khairul Saleh Al Mu’tashim Billah, melalui Adipati Banjarmasin H Pangeran Nor Maulana, mengeluarkan maklumat resmi yang menolak klaim tersebut.


Maklumat tersebut menyatakan bahwa penobatan Cevi Yusuf Isnendar bertentangan dengan adat dan silsilah Kesultanan Banjar.

Kesultanan Banjar menegaskan bahwa kepemimpinan Sultan Khairul Saleh telah diakui secara sah sejak 10 Desember 2010 melalui Musyawarah Tinggi Adat dan dikukuhkan oleh Forum Silaturahmi Keraton Nusantara (FSKN).

Cevi Yusuf Isnendar, yang disebut tidak memiliki garis keturunan patrilineal dari Kesultanan Banjar, dianggap tidak memenuhi syarat untuk memegang gelar tersebut.

Sistem adat Banjar yang menganut garis keturunan ayah menjadi dasar penolakan ini.

Lokasi penobatan di Jakarta juga menjadi sorotan.

Antropolog Universitas Lambung Mangkurat, Nasrullah, menilai penobatan tersebut sebagai gejala dislokasi budaya, memisahkan budaya Banjar dari konteks geografis dan komunitasnya.

Penobatan ini juga dikhawatirkan menimbulkan kebingungan publik dan memberi kesan adanya dua Sultan Banjar.

Keterlibatan sejumlah pejabat dalam acara tersebut turut dikritik karena berpotensi melegitimasi klaim yang tidak berdasar hukum adat.

Kesultanan Banjar menegaskan komitmennya untuk melestarikan tradisi dan sejarah Kesultanan Banjar sesuai adat dan sejarahnya.

Mereka menolak segala upaya manipulasi atau klaim sepihak terhadap budaya Banjar.***