suara banua news- BANJARMASIN, Mencuatnya kasus ” arisan bodong” atau online fiktif yang menyita perhatian publik, khususnya di Kalimantan Selatan. Lantas bagaimana pandangan hukum ketika arisan online fiktif ini ‘ memakan korban’ alias merugikan anggotanya?

UNTUK membahas ini suara banua news mencoba mewancarai salah satu pengamat hukum sekaligus lawyer di Borneo Law Firm, Dr. Muhamad Pazri.

Berikut ulasannya :


suara banua news : Suami tersangka arisan Ame, apakah berpeluang bisa ditetapkan sebagai tersangka? Kabarnya, suami tersangka diduga ada menerima transfer uang angsuran arisan dari anggota?

Dr. Muhamad Pazri : Sangat bisa apabila ditemukan dua alat bukti permulaan dugaanya sesuai dalam pasal 17 KUHAP dan harus dimaknai minimal dua alat bukti sesuai pasal 184 KUHAP.

Jika terbukti, suami tersangka bisa juga dikenakan pasal 55 dan 56 KUHAP turut serta dan membantu kejahatan.

suara banua news : Masyarakat dan korban banyak bertanya. Kalau tersangka di pidana, apakah kemungkinan uang bisa kembali?

Dr. Muhamad Pazri : Masih bisa diupayakan dalam yurisdiksi perdata. Terkait masalah yang timbul karena arisan online jika pada saat jatuh tempo pemilik arisan online tidak kunjung memberikan uang arisan, dapat diajukan gugatan perdata.

Dasarnya gugatan bahwa pemilik arisan online tersebut atas perbuatan ingkar janji (wanprestasi), sehingga para korban berhak atas penggantian biaya, kerugian materiil dan immateriil, dan bunga, berdasarkan pasal 1243 KUH Perdata, serta uang paksa (dwangsom) dan bisa sita jaminan terhadap aset-aset tergugat kedepan.

suara banua news : Kira – kira apa yang diharapkan kepada pihak kepolisian untuk kasus ini, karena paling besar nominalnya. Pasal apa yang bisa dikenakan ?

Dr. Muhamad Pazri : Polisi harus tuntas dan transparan mengusut perkara tersebut mengingat korbannya cukup banyak, yakni miliaran rupiah termasuk apakah ada pihak lain yang terlibat, agar jadi pembelajaran dan publik puas.

Atas kejahatan tersebut tersangka bisa dijerat dengan pasal 372 penipuan dan pasal 378 KUHP penggelapan serta pasal 28 ayat (1) yang berbunyi, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.”

Terhadap pelanggaran pasal ini diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar, sesuai pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik.

Dan juga bisa dikenakan TTPU yaitu pasal 3 UU nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang berbunyi :

“Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”

Demikianlah akibat hukum dan jerat pelaku pidana bagi arisan online. Semoga jadi pembelajaran.***
ahmad kori sbn

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here