Suara banua news, MARTAPURA-Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Banjar wacanakan taman makam kelompok etnik Tionghoa milik Yayasan Persatuan Penolong Kematian(PEREK). Martapura yang berlokasi di samping ruas Jalan Tanjung Rema, Desa Tanjung Rema, Kelurahan Tanjung Rema Darat, Kecamatan Martapura sebagai salah satu makam cagar budaya di Kabupaten Banjar.
WACANA, penetapan makam Yayasan Perek Martapura yang kerab disebut masyarakat sekitar ‘Kuburan Cina’ (penamaan etnik yang sudah lama digunakan) yang dibentuk sejak 9 April 1975 silam sebagai salah satu cagar budaya, disampaikan HM Haris Rifani, Kepala Disbudpar Kabupaten Banjar saat melakukan giat bersih-bersih diseputaran makam bermarga tionghoa pada, Jumat 17 Januari 2020 sekitar pukul 09.00.
“Kami akan jadikan pemakaman orang cina ini sebagai salah satu cagar budaya di Kabupaten Banjar”
” Karena di kawasan pemakaman ini terdapat satu makam orang cina beragama islam yang sudah berusia ratusan tahun, mungkin usia makam orang cina beragama islam ini paling tua se-Kalimantan Selatan”
” Informasi ini saya dapat dari kalangan masyarakat maupun dan pihak Yayasan Perek Matapura,” jelas Haris.
Pembentukan Yayasan Perek Martapura berlangsung sekitar tanggal 20 Juli – 10 Agustus 1975.
Saat itu dilaksanakan pemindahan 56 unit makam cina yang berada dikawasanJalan A Yani Martapura, yang kini beralih fungsi sebagai Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Banjar ke kawasan Desa Tanjung Rema.
Berdasarkan informasi yang ia dapat itu pula, dan dilihat dari bentuk arsitektur bangun yang menggabungkan perpaduan ornamen ukiran tulisan kalimat cina dan bentuk pilar pada dinding makam menyerupai kubah suatu mesjid dengan ukiran bunga mawar kuncup tersebut diyakini sebagai makam Syekh Mahmud bin Latif yang bermarga tionghoa, dan marupakan salah satu tokoh pemuka agama dimasanya.
“Tak jauh dari makam Syekh Mahmud bin Latif pun didapati satu makam orang islam yang diyakini sebagai tangan kanan Syekh Mahmud yakni, N. Katung alias Siti Aisyah yang lahir pada 19 April 1811, dan wafat saat berusia 101 tahun pada 21 April 1912,” sambung Haris.
Untuk menguak fakta sejarah makam cina yang memiliki kolam berdiameter 8 meter tersebut, diakui Haris, Disbudpar Kabupaten Banjar pun telah menurunkan tim-nya yang berkoordinasi dengan Balai Arkeologi Provinsi Kalimantan Selatan, untuk melakukan penelitian pada 2019 lalu.
“Kita masih menunggu hasil dari penelitian mereka. Bahkan, Bupati Kabupaten Banjar, H Khalilurrahman pun sudah mengijinkan”
” Apabila kuburan cina ini kita jadikan sebagai salah satu cagar budaya di Kabupaten Banjar untuk menarik destinasi wisata religi dengan tetap mempertahankan keaslianya”
” Selanjutnya kita akan melakukan perbaikan. Seperti, membuatkan gerbang pintu masuknya, taman hijau, dan fasilitas lainya agar suasana makam cina tak lagi terkesan angker. Mudah-mudahan wacana ini dapat terealisasi ditahun ini juga,” lanjutnya.***