SUARA BANUA NEWS -MARTAPURA – DINAS Lingkungan Hidup Kabupaten Banjar, menyebutkan izin pembakaran sampah medis untuk RSUD Ratu Zalecha Martapura, dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup RI. Hal tersebut ditegaskan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banjar, Boyke W Triestiyanto , diruang kerjanya di Martapura, Selasa (19/3/2019).

MENURUTNYA, izin mengeluarkan Incinerator atau mesin pembakaran sampah/limbah medis itu, bukan kewenangan Dinas Lingkungan Hidup. Pihaknya hanya menangani soal amdalnya Jakarta.


Jika izin itu belum keluar, nyangkutnya dimana. Dan kendalanya apa?,” ujarnya Boyke W Triestiyanto.

Setahu dia lanjut Boyke, izin Incinerator itu sudah lama diurus. Sejak dipegang Eko, Dirut RSUD Ratu Zalecha yang lama.

Pihaknya bingung, kenapa izin Incinerator itu belum juga bisa dikantongi? Apa masalah dan kendala yang dihadapinya. Ini yang belum pihaknya ketahui. Karena jujur hingga sekarang tidak ada kumunikasi lagi soal itu, paparnya.

Diakui Boyke, pihaknya bersedia untuk membantu memfasilitasi pihak RSUD Ratu Zalecha dengan Kementerian Lingkungan Hidup di Jakarta

” Saya kira sudah rampung soal incinerator itu. Sehingga tidak ada komunikasi lagi dengan pihak rumah sakit,” kata Boyke, bercerita.

Terakhir berkomunikasi saat itu, cerita
Boyke, hanya aoal adanya kerusakan cerobong asap mesin pembakaran sampah medis.

Sebenarnya, asap yang dihasilkan dari proses pembakaran limbah medis, tidak boleh naik ke atas. Melainkan asapnya harus ditekan turun kebawah, sehingga hasil pembakaran berupa debu sangat minim, dan hasil pembakaran berupa emisi gas dan partikulat ramah terhadap lingkungan.

Sebelum limbah dimasukkan kedalam ruang bakar, harus dipisahkan lebih dahulu berdasarkan jenisnya ada limbah medis B3, limbah berbahaya lainnya, limbah plastik, limbah organik dan lain sebagainya.

Selain itu sebelum masuk kedalam ruang pembakaran harus dipastikan ukuran besarnya limbah, kadar air limbah dan volume yang harus dimasukkan.

Sampah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dilarang dibakar adalah sampah sesuai dengan pengertian dari OSHA, Peraturan Pemerintah No.74 tahun 2001, keputusan menteri kesehatan No.453/menkes/per/XI/1983, dan peraturan terbaru lainnya, tidak diizinkan dibakar, kecuali mendapat izin dari pihak badan berwenang.

Sebelum asap atau gas keluar melalui cerobong stack atau chimney terlebih dahulu disiram dengan air (water spray) yang dinamakan water scrubber tujuannya untuk menangkap debu, partikulat, asap jelaga agar gas keluar tidak mencemari lingkungan.

Sedangkan, konstruksi material dari ruang bakar pertama terbuat dari besi dilapis dengan glass wool atau mineral wool lalu selanjutnya dilapisi lagi dengan fire brick atau castable, bagian atas lantai bawah dilapisi dengan bata isolasi.

Pada ruang bakar kedua konstruksi materialnya hampir sama dengan ruang bakar pertama.

Suhu ruang bakar harus sesuai dengan limbah yang dibakar. Didalam mengoperasikan Incinerator maka pada ruang bakar pertama (1st Chamber) dipasang alat pembakar (burner). Suhu dalam ruang bakar pertama dapat mencapai 4000C sampai 10000C.

Hasil gas atau asap pembakaran dari ruang bakar pertama masih mengadung carbon atau jelaga, masuk ke ruang bakar kedua (2nd Chamber) untuk dibakar ulang dengan alat pembakar (burner).

Pada ruang bakar kedua ini, suhu pembakaran dapat mencapai 6000C sampai 12000C.

Bahan bakar yang dipakai umtuk alat pembakar (burner) biasanya Solar atau minyak diesel, minyak tanah atau kerosene atau Gas LPG dan gas LNG.

Nilai Kalori bahan bakar berbeda beda, dan nilai kalori sampah atau limbah yang dibakar juga berbeda beda. Nilai kalori sampah yang dianjurkan sekitar 5,668 kcal/kg, dan kadar air sampah yang dibakar maksimum 15 persen RH agar temperature pembakaran yang diinginkan dapat tercapai.

Jika suhu pembakaran rendah dari suhu yang diharapkan yang diakibatkan oleh nilai kalori sampah dan kadar air sampah yang tinggi maka dianjurkan mengeringkan sampah lebih dahulu sebelum dibakar juga dengan menambah kalori bahan bakar kedalam ruang bakar, baik berupa bahan bakar minyak, gas, arang, kayu, dll.

Waktu tinggal (residence time) gas di ruang bakar kedua minimum 2 detik, sebelum gas itu masuk ke alat penangkap debu.

Gas yang dihasilkan dari ruang bakar kedua ini sebelum keluar dispray atau disiram lebih dahulu dengan air untuk menangkap partikulat, debu, asap jelaga sehingga gas yang keluar dari cerobong lebih jernih.

Gas yang dikeluarkan dari proses insenerasi menggunakan double burner lebih jernih dari gas yang dikeluarkan oleh incinerator single burner, imbuhnya.

Sementara itu, terkait soal pengolahan limbah ada beberapa regulasi yang mengaturnya. Diantaranya Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, PP 18 JO. PP No. 85 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah B3, PP 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah B3, Kep.BAPEDAL No. 03 Tahun 1995 Tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah B3, serta Permenkes No. 1204 Tahun 2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.(MJI/RAH)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here