suara banua news – BANJARMASIN, Ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta Dr. Chsirul Huda SH, MH yang dihadirkan dalam sidang lanjutan dugaan gratifikasi IUP dengan terdakwa Mardani H Maming menjelaskan, saksi fakta yang akan dihadirkan dalam persidangan haruslah mengetahui langsung dengan melihat, mendengar dan mengalami langsung.
” SAKSI YANG dihadirkan untuk memperkuatkan pembuktian sesuatu tindak pidana yang dilakukan, tentunya saksi yang melihat sendiri, mendengar dan mengalami sendiri. Itulah keterangan yang bisa ambil,” jelasnya seusai sidang lanjutan terdakwa Mardani H.Maming, di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Kamis, 22 Desember 2022.

Dihadapan persidangan yang diketuai majelis hakim Heru Kuntjoro SH, MH dengan hakim anggota masing masing, Aris Bawono Langgeng SH, MH, Jamser Simanjuntak SH, MH dan A. Gawi SH MH serta Arif Winarno SH, ahli hukum pidana Dr. Chsirul Huda SH, MH juga menyampaikan, bahwa aksi yang mengalami langsunglah yang nilai keterangan pembuktiannya menjadi kuat.

Dia juga menjelaskan, saksi yang mengetahui dari orang lain, bukanlah berdasarkan dari apa yang dialaminya sendiri. Dalam bahasa hukum disebut Testimonium De Auditu. Atau keterangan yang tidak mempunyai nilai pembuktian.
Sementara itu soal pasal yang didakwakan dalam perkara ini, yakni pasal 12 huruf b jo pasal 18 sebagai dakwaan primer.
Kedua, pasal 11 jo pasal 18 undang-undang RI nomor 31/1999 tentang pemberkasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI nomor 20/2001 tentang pemberkasan tindak pidana korupsi.
Chairul Huda mengatakan, pemasangan juncto pasal 18 pada pasal 12 huruf b dan 11 tidaklah relevan. Sebab pasal 12 dan 11 tersebut merupakan pasal suap atau gratifikasi yang tidak terkait dengan ganti kerugian.
“Tentu korupsi yang menimbulkan kerugian saja yang relevan penerapan dengan ketentuan itu. Yaitu korupsi pasal 2 dan pasal 3″
” Kalau suap gratifikasi tidak terkait dengan ganti kerugian. Kalau ada hasilnya suap ya dirampas saja. Karena itu bukan kerugian,” jelasnya.
Lantas apakah Jaksa KPK salah pasang pasal?
Chairul Huda tak menyebutnya secara gamblang soal itu. Dia hanya bilang bahwa Jaksa mestinya bisa lebih cermat dalam memahami setiap pasal tersebut.
“Itu pemahaman dia memahaminya pasal demi pasal secara sepanggal. Tidak memahami maksud dalam pembentuk undang-undang kenapa membikin pasal itu?,” ujarnya.***
ahmad kori sbn