suara banua news – BANJARBARU, Menorehkan catatan duka baru bagi dunia pendulangan intan tradisional di Banjarbaru.
AM (32 tahun), seorang pendulang intan, tewas tertimbun tanah longsor di lokasi penambangan Jalan Ujung Murung RT 33 RW 11, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Banjarbaru.

Kematian AM menambah daftar panjang korban jiwa akibat praktik penambangan intan tradisional yang berisiko tinggi.

Aktivitas ini, yang telah menjadi tradisi turun-temurun di wilayah Cempaka, seringkali dilakukan tanpa memperhatikan aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Para pendulang, termasuk AM, bekerja tanpa alat keselamatan diri dan hanya bermodalkan peralatan tradisional seperti mesin dumping.
Mereka mempertaruhkan nyawa demi mencari nafkah, sebuah ironi yang menyayat hati.
Tragedi ini bukan yang pertama. Oktober 2024 lalu, seorang pendulang intan lainnya (Y, 45 tahun) juga tewas tertimbun longsor di Kawasan Wisata Pendulangan Intan Tradisional Desa Pumpung, Kecamatan Cempaka.
Evakuasi jenazah Y membutuhkan waktu lama dan terhambat oleh hujan serta dua kali longsor susulan.
Lebih jauh lagi, enam tahun silam (8 April 2019), lima pendulang intan meregang nyawa akibat longsor yang menimbun mereka hingga kedalaman 15 meter.
Kapolsek Cempaka, Iptu Ketut Sedemen, mengungkapkan keprihatinannya dan menegaskan bahwa pihaknya telah berulang kali mengimbau masyarakat untuk menghentikan aktivitas penambangan intan ilegal.
“Kami sudah memberikan edukasi dan arahan masif kepada masyarakat untuk tidak melakukan tambang intan ilegal lagi dengan alasan keamanan, karena kami tidak ingin hal seperti ini terjadi,” jelasnya.
Imbauan tersebut tampaknya belum cukup efektif untuk mencegah tragedi serupa terulang kembali.
Peristiwa ini menjadi sorotan penting akan perlunya pengawasan dan penerapan standar keselamatan yang lebih ketat dalam aktivitas penambangan intan tradisional di Kalimantan Selatan.***
nurul octaviani sbn