SUARA BANUA NEWS- Kalteng, Asap kebakaran hutan di Kalimantan Tengah telah mengganggu aktivitas warga dan mendorong sejumlah masyarakat untuk turun tangan memadamkan api.
PUTRI Wahyuningtyas, 26 tahun, harus mengungsi ke tempat tinggal kerabatnya selama hampir sepekan, saat asap kebakaran hutan di Kalimantan Tengah masuk melalui ventilasi udara indekosnya yang tanpa pendingin ruangan.
Ia mengatakan bahwa “asap itu menyesakkan dada”, sehingga memilih mengungsi ke kediaman temannya yang memiliki AC untuk meminimalisir paparan asap.
Perantau asal Jawa Timur itu menceritakan asap mulai menebal sejak pertengahan Agustus.
“Parah banget sampai matahari ketutupan juga. Kayak kabut di bukit-bukit gitu, tapi itu asap,” ujar Putri sambil terbatuk-batuk, penyakit yang katanya diderita sejak terpapar asap kebakaran hutan.
Ia pun sempat berpikir untuk pulang kampung akibat peristiwa itu.
‘Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU), yang terpampang di Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) kota Palangka Raya pun, pernah menunjukkan tingkat Partikulat (PM10) 650’
Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU), yang terpampang di Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) kota Palangka Raya, pernah menunjukkan tingkat Partikulat (PM10) 650 alias sangat berbahaya, ujar Putri.
Untuk itu, ia berusaha mengurangi aktivitas di luar ruangan demi menjaga kesehatan.
Demi bernafas dengan aman, Putri pun harus berkeliling sejumlah apotek untuk mendapatkan masker N95, yang disebut lebih efektif menghalau polusi.

Putri Wahyuningtyas ikut dalam kegiatan membagikan masker kepada warga.
Sayangnya, di Palangka Raya, masker itu langka.
Pemerintah lokal memang sempat membagikan masker, namun, kata Putri, yang mereka bagi adalah masker bedah biasa yang tidak terlalu berpengaruh untuk melindungi sistem pernapasan.
“Saya sama teman saya inisiasi penggalangan dana dan minta bantuan dari teman-teman di Jawa untuk mendapatkan masker N95,” ujar Putri.
Gerakan itu membuahkan hasil dan Putri membagikan masker itu ke sejumlah orang di sekitarnya.
Masker N95 langka di Palangka Raya
Aan Sawung, warga Palangka Raya lain, juga mengatakan sejumlah kerabat dan saudaranya mengalami batuk hingga asma.
Selain kondisi fisik mereka yang mungkin sedang lemah, Ananta menilai udara yang buruk mungkin menyebabkan sejumlah orang sakit.
Asap kebakaran di hutan Kalimantan Tengah menyebar hingga ke daerah lain di Kalimantan.
Sekolah di Pontianak dan Jambi, misalnya, sempat diliburkan sebagaimana di Palanka Raya.
Asap itu juga menyebar hingga ke Malaysia.
Meski begitu, warga mengatakan, keadaan beberapa hari belakangan ini sedikit membaik berkat hujan yang turun.
Turut bantu padamkan api
Meski asap kebakaran hutan membuat matanya perih dan kepalanya pening, Budi Laman, seorang petani di Palangka Raya, memutuskan turun tangan memadamkan api.
“Saya nolong pemerintah untuk madamkan api ini… Supaya pernapasan kita enak,” ujar lelaki berusia 63 tahun itu.
Budi mengumpulkan air dari parit, yang letaknya sekitar 10 menit dari lokasi api berada, dan membawanya dengan ember kecil.
Warga Kalimantan Tengah khawatir peristiwa kebakaran hutan yang berdampak luas seperti di tahun 2015 kembali terulang.
Dengan ember kecil itu lah ia memadamkan api, yang kadang semakin meluas gara-gara angin, bersama dengan empat orang penoreh getah.
Ia telah bersiaga di sebuah pondokan di sekitar hutan sejak awal Agustus untuk memastikan api tidak menjalar.
“Jelas capek tapi ya namanya aku nih… (berusaha) supaya kota aman, tanaman orang-orang terjaga,” katanya.
Khawatir karena peristiwa berulang
Aan Sawung, warga Palangka Raya, mengatakan meski kebakaran hutan kali ini tidak separah peristiwa yang terjadi di 2015, berulangnya peristiwa ini membuat dia khawatir.
Memorinya terkait peristiwa itu, saat matahari tidak terlihat dari pagi hingga sore, dan langit terlihat berwarna oranye gara-gara asap tebal, masih begitu melekat.
“Sangat khawatir kalau kembali terulang bencana yang sangat parah seperti tahun-tahun sebelumnya,” ujar Aan.

Ia mengatakan, sebagai warga, dia tidak tahu pokok permasalahan kebakaran hutan yang berulang.
Namun, yang ia tahu, ada orang yang membakar hutan dengan sengaja.
Sementara itu, Putri Wahyuningtyas, pendatang di Kalimantan, mengatakan tahun lalu saat berdomisili di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, ia juga harus menghadapi asap kebakaran hutan.
Ia mengharapkan pemerintah bisa tegas menerapkan aturan yang melarang pembakaran hutan.
“Kan sudah jelas lahan yang terbakar di situ, sudah ketahuan itu lahannya siapa, harusnya ditindak tegas,” ujar Putri.
‘Kita tangkap, kita hukum’
Dalam kunjungannya ke Palangka Raya (23/08), Menkopolhukam Wiranto yang didampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya serta sejumlah pejabat lain, mengatakan akan mencari pihak yang bertanggung jawab atas kebakaran hutan.
“Kita cari, kita tangkap, kita hukum karena itu jelas penjahat yang perbuatannya hanya ingin membuat keadaan tidak tentram,” katanya.
‘Kita cari, kita tangkap, kita hukum karena itu jelas penjahat yang perbuatannya hanya ingin membuat keadaan tidak tenteram,’ kata Wiranto.
Ia mengatakan pemerintah akan mengadakan operasi khusus untuk menindak para pelaku.
“Itu jahat. Itu kejahatan,” kata Wiranto.
Menanggapi hal itu, Juru Kampanye Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, mengatakan pemerintah sudah sangat sering mengatakan mereka akan menangkap pelaku pembakaran hutan.
Bahkan, kata Arie, sejak dimulainya proyek lahan gambut seluas satu juta hektar tahun 1997 di Kalimantan Tengah.
Namun, kata Arie, hal itu belum dilakukan tegas dan membuat efek jera.

Menurut data Greenpeace, sejak 2012-2018, 10 perusahaan yang terbukti terlibat dalam kasus kebakaran hutan di sejumlah daerah, belum membayar denda hingga kini.
Bahkan, menurut data Greenpeace, sejak 2012-2018, 10 perusahaan yang terbukti terlibat dalam kasus kebakaran hutan di sejumlah daerah, belum membayar denda hingga kini.
Jika dihitung, denda itu mencapai angka Rp 18,9 triliun.
Terkait dengan kebakaran hutan di Kalimantan, Arie merujuk putusan Mahkamah Agung yang telah menolak permohonan kasasi Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri dalam kasus kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan.
“Lebih bijak mereka untuk segera mengumumkan perusahaan-perusahaan yang membakar hutan,” kata Arie.
Putusan Mahkamah Agung itu, yang menurut pemerintah akan diajukan Peninjauan Kembali, juga menuntut pemerintah segera melakukan sejumlah tindakan untuk menjamin kesehatan warga.
Di antaranya, pemerintah harus mendirikan rumah sakit khusus paru dan penyakit lain akibat pencemaran udara asap di Kalimantan Tengah yang dapat diakses gratis.
Selain itu, pemerintah juga diminta untuk menginstruksikan seluruh rumah sakit daerah di Kalimantan Tengah untuk membebaskan biaya pengobatan bagi masyarakat berdampak.***
sumber : BBC News Indonnesia
foto : antara/putri wahyuningtyas/istimewa