suara banua news – MARTAPURA, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banjar, Haris Rifani menyebutkan bekas areal tambang Belanda Oranje Nassau di Pengaron Kabupaten Banjar, akan dijadikan cagar budaya.Tak hanya itu, bekas tambang batu bara yang menggunakan teknologi mesin uap ini diprediksi lebih tua dari yang ada di Sawah Lunto, Padang Sumatera Barat.
” Areal bekas tambang batu bara Oranje Nassau Pengaron, merupakan tambang batu bara pertama di Indonesia yang dibangun pada 1848, atau 10 tahun lebih dulu dari Ombilin di Sawah lunto, Sumatera Barat,” jelas Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banjar ini.
DITAMBAHKANNYA, penetapan tersebut berdasarkan rekomendasi Balai Penelitian Cagar Budaya (BPCB) Samarinda, melakukan eskavasi tahap II pada Oktober 2014 bersama Balai Arkeologi (Balar) Banjarmasin dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Cagar Budaya Nasional, pekan tadi di Martapura.
Dari hasil eskavasi itu, sambung Haris, tim menemukan tak kurang dari 60 lubang angin dan tiga lorong yang diprediksi masih banyak lagi lubang-lubang angin dan lorong lain yang tertutup tanah dan masih belum ditemukan direal bekas tambang Oranje Nassau.
Hal senada juga diterangkan Kepala Bidang Kebudayaan dan Destinasi Wisata, Yuana Karta Abidin menambahkank kalau, lokasi bekas tambang batubara Oranje Nassau, hanya beroprasi selama 10 tahun, antara tahun 1849 hingga 1859, dengan hasil produksi batu bara sebanyak 10.000 ton pertahunnya.
“Benteng atau bekas tambang batu bara Oranje Nassau ini, sudah kita promosikan ke sekolah sekolah atau guru-guru sejarah dalam kunjungan wisata. Jadi, sudah masuk dalam paket wisata atau menjadi salah satu tempat yang menjadi obyek kunjungan wisata,” papar Yuana.
Benteng Oranje Nassau juga merupakan bukti sejarah terjadinya Perang Banjar pada 1859, yang digerakan Pangeran Antasari dan sejumlah tokoh lainnya.
Meski tergolong tambang batubara kecil dengan kapasitas produksi tak lebih dari 80.000 ton, namun Oranje Nassau memiliki peran penting dan strategis, sehingga Pangeran Antasari dan pasukannya menjadikan target untuk dihancurkan.
Batubara yang dihasilkan di Oranje Nassau, mampu memenuhi operasional bahan bakar kapal-kapal komersial dan kapal perang Belanda bertenaga uap untuk kepentingan kerajaan Belanda, baik secara bisnis dan politik di Indonesia.
Belum adanya sosialisasi maksimal yang dilakukan, diakui Yuana tingkat kunjungan, terutama dari kalangan pelajar di Kabupaten Banjar masih terbilang rendah.
“Kebanyakan kalangan pelajar yang datang berwisata ke Benteng Oranje Nassau dari luar Kabupaten Banjar seperti dari kota Pelaihari dan Banjarmasin,” ungkapnya.
Yuana pun memastikan, jika Tim Balai Penelitian Cagar Budaya (BPCB), Balai Arkeologi (Balar) Banjarmasin, Pusat Penelitian dan Pengembangan Cagar Budaya Nasional, telah mengeluarkan kepastian untuk zonasi Benteng Oranje Nassau, Disbudpar Kabupaten Banjar pun tentunya akan lebih mudah menambah fasilitas pendukung kenyamanan para wisatawan.
“Kemarin pihak BPCB sudah melakukan penelitian untuk zonasi inti dan zonasi pendukung. Setelah terbit hasil zonasinya, baru kita akan tetapkan mana-mana kawasan untuk berjualan pedagang dan lain sebagainya yang dapat difungsikan.
Dirinya juga menyayangkan masih adanya aktivitas penambangan tak jauh dari kawasan cagar budaya Benteng Oranje Nassau, yang berpotensi merusak kawasan tersebut.
“ Dari puing reruntuhan Oranje Nassau, ternyata menyimpan bukti sejarah sebagai tambang modrenisasi pertama yang menggunakan sistem kerja mesin uap,” tandasnya.***
Tim suara banua news
foto istimewa