suara Banua news,Banjarmasin– Ormas, LSM Komite Anti Korupsi Indonesia ( KAKI ) Kalsel yang diketuai Akhmad Husaini kembali meminta kepada penegak hukum untuk tindak lanjuti beberapa permasalahan yang belum kelar permasalahan hukumnya.
LSM KAKI dalam aksinya, tidak hanya di Kalimantan Selatan saja. Namun juga diluar daerah,yaitu Kantor Kejaksaan Agung, Mabes Polri terkhusus lagi di KPK ( Komisi Pemberantasan Korupsi ) untuk menyuarakan aspirasi masyarakat baik itu masalah Transparancy Anggaran, Sumberdaya Ekstraktif, Migas dan terlebih untuk Pengawasan Tindak Pidana Korupsi.
Ketua KAKI Kalsel Akhmad Husaini saat ditemui diruang kerjanya, Jum’at ( 17/1 ) siang, mengatakan bahwa pihaknya dalam menanggapi masih adanya tindak pidana korupsi di wilayah hukum Kalimantan Selatan pada khusus, dimana masalah korupsi bila dilihat dari sudut pandang makro dimana tindak pidana korupsi yang terjadi di negara Indonesia khususnya di Kalimantan Selatan.
Menurutnya, setelah pihaknya melakukan beberapa aksi dalam melaporkan dugaan tindak pidana korupsi ke para Intansi penegak hukum yang ada di wilayah hukum Kalimantan Selatan,Banyak menemukan sistem demokrasi yang memang mengarah kepada tindak pidana korupsi.
” Dimana seorang petahana baik itu Gubernur atau para Bupati untuk mencalonkan lagi minimal 15 persen menguasai parlemen, namun bila tidak mencapai pastilah akan melakukan koalisi kepada partai lain.Dengan demikian kuat dugaan akan terjadinya mahar politik yang nilainya cukup besar, ” ucapnya.
Dijelaskan, dengan adanya koalisi tersebut dan bila menang dalam pemilihan tentunya pasti akan mengakomodir tim suksenya, baik yang berasal dari partai dan juga para pengusaha termasuk pengusaha tambang maupun kontraktor.
” Tentulah para tim sukses tersebut akan menuntut janji poltik tersebut,” katanya.
Menurutnya, dari hal ini tentu nantinya akan mengarah terjadinya tindak pidana korupsi.
Disinggung adanya dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan barang dan jasa berupa alat kesehatan di RSUD Ulin Banjarmasin yang diduga rugikan keuangan negara berjumlah sekitar tiga milaran rupiah.
Menanggapi hal tersebut Akhmad Husaini dalam pandangannya menilai dalam hanya ditetapkannya PPTK sebagai tersangka atas nama Misrani (proses sidang) terkait adanya dugaan korupsi dalam pengadaan alkes tersebut dirasa adanya kejanggalan.
” Dalam kegiatan proyek sesuai aturan Perpres tentang pengadaan barang dan jasa dimana dalam kegiatan proyek yang pertama adalah perencanaan yang dilakukan oleh konsultan perencanaan, setelah itu baru diadakan pelelangan secara terbuka, setelah ditentukan pemenangnya, barulah pelaksana melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak yang ditanda tangani oleh Pelaksana dan PPK atau KPA, ” jelasnya.
Sementara barang alkes tersebut diterima pihak RSUD Ullin yang sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan terhadap barang tersebut oleh tim pemeriksa barang.
Menurutnya, dalam perkara alkes tersebut keterkaitan pejabat PPTK hanya sebagai pelaksana teknik pekerjaan yang setelah itu ke KPA.
Menurutnya, penetapan tersangka hanya kepada PPTK oleh penyidik diduga terkesan adanya tebang pilih.
Dijelaskan, bahwa dalam proyek ada mekanismenya dimana banyak pihak terlibat.
“Namun, saya berharap pihak Kejaksaan akan menangani perkara tipikor alkes dalam persidangan tersebut dengan adil. dimana apabila dalam persidangan terungkap ada fakta baru yang melibatkan pihak lain dalam dugaan tipikor alkes tersebut, harus menindaklanjutinya,” pintanya.
Qory sbn