suara banua news – BATOLA, Kendati musim hujan belum sepenuhnya pergi, kemarau yang memicu kebakaran hutan dan lahan atau Karhutla tetap mengancam Barito Kuala.
MEMILIKI demografi yang didominasi rawa gambut, kebakaran menjadi salah satu momok yang mengancam Batola setiap musim kemarau.

Tercatat sepanjang Juli hingga Oktober 2019, terjadi 164 kebakaran yang menghanguskan sekitar 999,8 hektare hutan dan lahan di Bumi Selidah.

Situasi tersebut menjadi perhatian serius Polres Barito Kuala yang menginisiasi apel kesiapsiagaan pencegahan dan penanggulangan Karhutla di Lapangan 5 Desember Marabahan, Selasa (9/6/2020).
Selain gelar pasukan dari TNI dan Polri, juga diturunkan sejumlah armada pendukung yang antara lain berasal dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Damkar Satpol PP dan BPK swadaya.
“Itu belum termasuk armada dari 9 perusahaan besar di Batola yang diinstruksikan membentuk satuan tugas penanggulangan Karhutla,” ungkap Wakil Bupati Batola H Rahmadian Noor.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, diperkirakan puncak kebakaran hutan dan lahan di Batola berlangsung pasca panen atau antara Agustus hingga September. Sementara status waspada berlangsung hingga Desember.
Diperkirakan aparat yang terlibat mengalami kesibukan tingkat tinggi, lantaran mereka juga disiagakan dalam kampanye ‘new normal’ untuk menekan penyebaran Covid-19.
“Memang petugas di lapangan merupakan orang yang sama. Namun demikian, langkah-langkah dalam penanggulangan Karhutla, tetap preemtif, preventif dan penegakan hukum,” sahut Kapolres Batola AKBP Bagus Suseno.
Dimungkinkan terjadi rotasi penugasan, terutama di kawasan yang memiliki titik api paling banyak.
Selain armada roda empat, Kodim 1005 Marabahan dan Polres Batola juga menurunkan puluhan sepeda motor operasional yang dimodifikasi guna menunjang pemadaman api.
“Mengimbangi kesiagaan personel, materiil juga telah disiapkan. Di antaranya memodifikasi sepeda motor supaya dapat membawa alat penyedot dan penyembur air,” jelas Dandim 1005 Marabahan Letkol Inf Sugianto.
“Sebagian besar Karhutla terjadi di lahan yang tidak memiliki akses jalan. Ketika mobil pemadam tak bisa masuk, penggunaan sepeda motor lebih efektif,” sambungnya.
Dari 17 kecamatan di Batola, daerah rawan Karhutla masih di seputar Jejangkit, Mandastana, Rantau Badauh, Cerbon, Kuripan, dan sebagian Marabahan.
“Kami memprediksi kemungkinan kejadian tahun ini lebih kecil dibanding 2019. Namun itu pun masih tergantung kepada kesadaran masyarakat,” timpal Sumarno, Kepala Pelaksana BPBD Batola.***
iberahim sbn