suara banua news -TAMBAN, Perkara pencurian kotak wakaf di Masjid Nurul Islam di Kecamatan Tamban yang terjadi pada tanggal 6 Juli 2022 lalu, resmi ditutup. Hal tersebut menyusul sat Reskrim Polres Barito Kuala melakukan proses restorative justice.

SEBELUMNYA pihak pelapor bertemu Kapolres AKBP Diaz Sasongko dan atas berbagai pertimbangan dari aparat desa, pengurus masjid maupun tokoh agama setempat, akhirnya dilaksanakan restorative justice. Selain itu pelaku juga telah mengembalikan uang yang dicuri.

Menurut keterangan yang berhasil dihimpun suara banua news di lapangan, pencurian kotak wakaf Masjid Nurul Islam terjadi sekitar pukul 03.10 wita, 6 Juli 2022.
Diketahui kotak wakaf yang diambil berisi uang sekitar Rp1 juta.


Selanjutnya pencurian itu dilaporkan Pengurus Masjid Nurul Islam melalui Kepala Desa Jelapat 1 ke Polsek Tamban.

Setelah dilakukan penyelidikan, polisi mengantongi identintas lima pelaku berinisial AS (19), ES (18), M (22), FR (28) serta seorang laki-kaki di bawah umur.

Kemudian 27 Juli 2022, polisi berhasil menangkap AS di Banjarbaru. Dalam waktu bersamaan, seorang pelaku yang masih di bawah umur juga diamankan di Tamban.

Kasus tersebut terus berproses di kepolisian, sampai akhirnya pelaku ES, M dan FR menyerahkan diri sejak 12 Agustus 2022.

“Pelaksanaan restorative justice ini seusai Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif ”

“Artinya penegakan hukum tidak melulu dilakukan secara normatif, tapi juga secara restoratif. Selain memberikan kepastian hukum, restorative justice memiliki aspek keadilan dan kemanfaatan,”jelas Kapolres AKBP Diaz Sasongko melalui Kasat Reskrim AKP Setiawan Malik.

Di sisi lain, jelas Kanit 1 Sat Reskrim Aipda Firma Silalahi, dalam perkara ini sejumlah persyaratan juga sudah dipenuhi sebagaimana termuat dalam Pasal 5 Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021.

“Adapun syarat tersebut tidak menimbulkan keresahan atau penolakan dari masyarakat dengan upaya restorative justice ini ”

“Juga tidak berdampak konflik sosial, tak berpotensi memecah belah bangsa, serta tidak bersifat radikalisme dan separatisme. Mereka juga bukan residivis berdasarkan putusan pengadilan, serta tak terkait terorisme dan korupsi,” lanjutnya Kanit 1 Sat Reskrim Aipda Firma Silalahi.

Sekalipun diselesaikan di luar pengadilan, pelaku akan berlabel residivis kalau seandainya melakukan tindak pidana lagi.

Sementara Kepala Desa Jelapat 1, H Hanafi, menjelaskan bahwa keputusan restorative justice diambil atas pertimbangan keadaan ekonomi keluarga pelaku.

“Sebagian besar sudah tidak memiliki orang tua lengkap, lantaran meninggal atau bercerai, serta belum mempunyai pekerjaan tetap. Juga seorang di antaranya masih di bawah umur,” jelas Hanafi.

“Sejatinya mereka anak-anak baik. Bahkan seorang di antaranya sedang bekerja di pendulangan, tapi pulang ke Jelapat karena sang ibu sakit,” sambungnya.

Ketua Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tamban, H Gazali Apsan, juga meyakini restorative justice membantu pelaku agar menjadi lebih baik.

“Kami yakin mereka masih bisa dibina. Kalau kemudian melakukan pencurian, semuanya karena disebabkan desakan dan keterpaksaan. Mudahan setelah dimaafkan, mereka menjadi lebih baik,” jelas Gazali.****
Iberahim sbn

.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here