suara banua news- JAKARTA – Al-Qur’an mengatur pembagian warisan secara jelas. Setiap pewaris dan ahli waris memiliki hak serta kewajiban yang wajib dipenuhi.
Terkadang pembagian waris tak berjalan mulus. Masalah warisan langsung menyangkut harta benda yang apabila tidak diberikan ketentuan yang pasti, akan mudah menimbulkan sengketa di antara ahli waris.
PADAHAL jika mengikuti alur yang ditetapkan Al-Qur’an maka semua akan mendapatkan hasil yang adil.
Mengutip buku Hukum Waris Islam oleh Dr. Iman Jauhari, S.H., M.Hum., dan Dr. T. Muhammad Ali Bahar, S.H., M.Kn, disebutkan pembagian warisan harus berdasarkan ilmu karena terdapat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi secara syariat.
Dalam riwayat hadits, Rasulullah SAW bersabda:
“Pelajarilah faraid dan ajarkanlah kepada manusia (orang banyak), karena dia (faraid) adalah setengah ilmu dan dia (faraid) itu akan dilupakan serta merupakan ilmu yang pertama kali tercabut (hilang) dari umatku.” (HR Ibnu Majah dan Daaru Quthni).
Faraid sendiri berasal dari bahasa Arab Faraidh yang artinya bagian-bagian. Ilmu faraid artinya ilmu pembagian waris, ilmu pembagian pusaka atau ada juga yang menyebutkan ilmu pembagian harta waris.
Adapun yang dimaksud setengah ilmu dalam hadits ini adalah setengah ilmu dalam urusan pusaka (waris), dan yang berkenaan dengannya seperti wasiat, hibah dan wakaf.
Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda:
“Pelajarilah Al-Qur’an dan ajarkanlah kepada manusia (orang banyak) dan pelajarilah faraid dan ajarkanlah kepada orang banyak, karena sesungguhnya aku adalah manusia yang pada suatu ketika akan mati dan ilmu pun akan terangkat (hilang) dan boleh jadi akan ada dua orang bersengketa (berselisih) dalam faraid dan masalahnya, dan mereka tidak menjumpai orang yang memberi tahu kepada mereka (hukum-hukumnya dan penyelesaiannya). (HR. Ahmad Tirmidzi dan Nasa’i)
Rukun dan Syarat Waris
Sebelum membagikan warisan, harus ditetapkan dulu rukun dan syarat waris. Berikut ketentuannya:
Rukun waris
1. Ada ahli waris
2. Ada yang diwarisi (pewaris)
3. Ada hak yang diwarisi (harta peninggalan)
Syarat waris
1. Nyata hidup ahli waris dan beragama Islam
2. Nyata meninggal pewaris (yang diwarisi) dan beragama lslam
3. Mengetahui hubungan segala ahli waris
Pembagian Waris Sesuai Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an tercantum penjelasan tentang harta waris yang termaktub dalam surat An-Nisa Ayat 11:
يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِىٓ أَوْلَٰدِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۚ فَإِن كُنَّ نِسَآءً فَوْقَ ٱثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِن كَانَتْ وَٰحِدَةً فَلَهَا ٱلنِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا ٱلسُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُۥ وَلَدٌ ۚ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُۥ وَلَدٌ وَوَرِثَهُۥٓ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ ٱلثُّلُثُ ۚ فَإِن كَانَ لَهُۥٓ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ ٱلسُّدُسُ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِى بِهَآ أَوْ دَيْنٍ ۗ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Arab-Latin: Yụṣīkumullāhu fī aulādikum liż-żakari miṡlu ḥaẓẓil-unṡayaīn, fa ing kunna nisā`an fauqaṡnataini fa lahunna ṡuluṡā mā tarak, wa ing kānat wāḥidatan fa lahan-niṣf, wa li`abawaihi likulli wāḥidim min-humas-sudusu mimmā taraka ing kāna lahụ walad, fa il lam yakul lahụ waladuw wa wariṡahū abawāhu fa li`ummihiṡ-ṡuluṡ, fa ing kāna lahū ikhwatun fa li`ummihis-sudusu mim ba’di waṣiyyatiy yụṣī bihā au daīn, ābā`ukum wa abnā`ukum, lā tadrụna ayyuhum aqrabu lakum naf’ā, farīḍatam minallāh, innallāha kāna ‘alīman ḥakīmā
Artinya: Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah memerintahkan kepada setiap muslim untuk membagi-bagi harta warisan itu menurut Al Qur’an, sesuai dengan sabdanya:
“Dari Ibnu Abbas r.a., Rasulullah berkata: bagi-bagilah harta benda itu di antara ahli faraid menurut kitab Allah.” (HR. Muslim dan Abu Daud).
Melalui hadits ini Rasulullah SAW memerintahkan kepada kita untuk membagi-bagi harta itu di antara ahli waris dengan ketentuan yang sudah tercantum dalam Al-Qur’an.
Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam bukunya Pembagian Warisan Menurut Islam, dijabarkan pembagian warisan berdasarkan Al-Qur’an surat An-Nisa, persentasenya terdiri dari setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua pertiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6).
1. Setengah (1/2)
Ashhabul furudh yang berhak mendapatkan setengah (1/2) adalah satu kelompok laki-laki dan empat perempuan. Di antaranya suami, anak perempuan, cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan, dan saudara perempuan sebapak.
2. Seperempat (1/4)
Ahli waris yang berhak mendapatkan seperempat dari harta pewaris hanyalah dua orang, yaitu suami atau istri.
3. Seperdelapan (1/8)
Ahli waris yang berhak mendapatkan bagian warisan seperdelapan adalah istri. Istri yang mendapatkan waris dari peninggalan suaminya, baik itu memiliki anak atau cucu dari rahimnya atau rahim istri yang lain.
4. Duapertiga (2/3)
Ahli waris yang berhak mendapatkan dua pertiga warisan terdiri dari empat perempuan. Ahli waris ini, antara lain anak perempuan kandung, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan kandung, dan saudara perempuan sebapak.
5. Sepertiga (1/3)
Ahli waris yang berhak mendapatkan sepertiga warisan hanya dua, yaitu ibu dan dua saudara baik laki-laki atau perempuan dari satu ibu.
6. Seperenam (1/6)
Ahli waris yang berhak mendapatkan bagian seperenam warisan ada 7 orang, yakni bapak, kakek, ibu, cucu perempuan, keturunan anak laki-laki, saudara perempuan sebapak, nenek, dan saudara laki-laki dan perempuan satu ibu.
Orang yang Tidak Berhak Menerima Waris
Dalam hukum Islam, ada beberapa hal yang menyebabkan hak waris seseorang menjadi gugur. Dengan demikian golongan orang-orang ini tidak memiliki hak untuk mendapatkan warisan.
1. Budak
Seseorang yang berstatus budak tidak mempunyai hak untuk mewarisi sekalipun dari saudaranya. Sebab, segala sesuatu yang dimiliki budak, secara langsung menjadi milik tuannya.
2. Pembunuhan
Apabila seorang ahli waris membunuh pewaris (misalnya: seorang anak membunuh ayahnya), maka ia tidak berhak mendapatkan warisan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
“Tidaklah seorang pembunuh berhak mewarisi harta orang yang dibunuhnya.”
3. Perbedaan Agama
Seorang muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh orang nonmuslim, apapun agamanya. Hal ini telah diterangkan Rasulullah SAW dalam sabdanya:
“Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir dan tidak pula orang kafir mewarisi muslim.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sesungguhnya perkara pembagian harta waris telah dicatat dengan jelas dalam Al-Qur’an maupun hadits. Jadi saat pembagian sebaiknya harus berpegang pada panduan sesuai syariat.
Sebab-sebab seseorang memperoleh warisan
Sementara itu dilansir dari Laduni.id, bahwa segala sesuatu pasti ada sebabnya, begitu pula dalam perolehan harta waris. Harus ada sebab antara si mayit dengan ahli warisnya. Jika ada sebab, maka dia mewarisi dan jika tidak ada sebab maka bukan termasuk ahli waris.
Dalam keterkaitan ini, Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Husain Ar-Rahabi berpendapat di dalam kitab Matnur Rahabiyah menuturkan dalam bentuk bait 3 sebab seseorang bisa menerima harta warisan:
أسباب ميراث الورى ثلاثة كل يفيد ربه الوراثة وهي نكـــــاح وولاء ونسب مابعدهن من موارث سبب
Artinya: Sebab-sebab orang dapat mewarisi ada tiga, semuanya memberi manfaat bagi orang yang berhak mewaris. Yaitu nikah, wala’, dan nasab, selain tiga itu tak ada lagi sebab untuk mewarisi. (Muhammad bin Ali Ar-Rahabi, Matnur Rahabiyyah dalam Ar-Rabahiyyatud Dîniyyah [Semarang: Toha Putra, tanpa tahun], hal. 9).
Dari nadham di atas bisa diambil kesimpulan bahwa ada 3 (tiga) sebab seseorang bisa mendapatkan bagian warisan dari seorang yang telah meninggal. Ketiga sebab itu adalah pernikahan yang sah, wala’ (kekerabatan karena memerdekakan budak), dan hubungan nasab.
Sedangkan Dr. Musthafa Al-Khin di dalam kitab al-Fiqhul Manhaji (Damaskus: Darul Qalam, 2013, jil. II, hal. 275-276) menyebutkan ada 4 (empat) hal yang menjadi sebab seseorang bisa menerima warisan, yaitu tiga hal yang disebut di atas oleh Imam Rahabi dan ditambah satu lagi yakni Islam.
Secara ringkas keempat hal tersebut dijelaskan oleh Dr. Musthafa Al-Khin sebagai berikut:
1. Nasab atau Kekerabatan
Orang yang bisa mendapatkan warisan dengan sebab nasab atau kekerabatan adalah kedua orang tua dan orang-orang yang merupakan turunan keduanya seperti saudara laki-laki atau perempuan serta anak-anak dari para saudara tersebut baik sekandung maupun seayah.
Termasuk juga anak-anak dan orang-orang turunannya, seperti anak-anak laki-laki dan perempuan serta anak dari anak laki-laki (cucu dari anak laki-laki) baik laki-laki maupun perempuan.
2. Pernikahan yang Terjadi dengan Akad yang Sah
Meskipun belum terjadi persetubuhan diantara pasangan suami istri namun dengan adanya ikatan perkawinan yang sah maka keduanya bisa saling mewarisi satu sama lain. Bila suami meninggal istri bisa mewarisi harta yang ditinggalkannya, dan bila istri yang meninggal maka suami bisa mewarisi harta peninggalannya.
Termasuk bisa saling mewarisi karena hubungan pernikahan adalah bila pasangan suami istri bercerai dengan talak raj’i kemudian salah satunya meninggal dunia maka pasangannya bisa mewarisi selama masih dalam masa idah talak raj’i tersebut (lihat Dr. Musthafa Al-Khin, al-Fiqhul Manhaji, Damaskus: Darul Qalam, 2013, jil. II, hal. 276).
Sedangkan pasangan suami istri yang menikah dengan pernikahan yang fasid (rusak), seperti pernikahan tanpa adanya wali atau dua orang saksi, keduanya tidak bisa saling mewarisi. Demikian pula pasangan suami istri yang menikah dengan nikah mut’ah.
3. Memerdekakan Budak
Seorang tuan yang memerdekakan budaknya bila kelak sang budak meninggal dunia maka sang tuan bisa nemerima warisan dari harta yang ditinggal oleh sang budak yang telah dimerdekakan tersebut. Namun sebaliknya, seorang budak yang telah dimerdekakan tidak bisa menerima warisan dari tuan yang telah memerdekakaknnya.
4. Islam
Seorang muslim yang meninggal dunia namun tak memiliki ahli waris yang memiliki sebab-sebab di atas untuk bisa mewarisinya maka harta tinggalannya diserahkan kepada baitul maal untuk dikelola untuk kemaslahatan umat Islam.
Orang yang tak memiliki salah satu dari ketiga sebab di atas ia tak memiliki hak untuk menerima warisan dari orang yang meninggal.
Itulah beberapa sebab orang dapat memperoleh harta warisan. Dengan begitu seorang muslim belum tentu bisa mendapatkan harta warisan kecuali karena sebab-sebab yang telah dijelaskan di atas. Semoga apa yang disampaikan ini dapat bermanfaat bagi orang banyak, khususnya bagi umat Islam.***
detik.com-detik hikmah
Laduni.id