suara banua news- MARTAPURA, Banjir ‘menyengsarakan’ sekian banyak warga. Salah satunya adalah Mbah Ngatinem (80 tahun) warga di wilayah Desa Tanjung Rema Martapura Kabupaten Banjar.
MBAH Ngatinem, memilih tinggal di atas plafon rumahnya ujung Gang Gotong Royong RT 10, sejak banjir merendam 1 bulan yang lalu.
Perjalanan menuju rumah Mbah Ngatinem harus melewati banjir dengan kedalaman sekitar 1 meter.
Sedangkan kedalaman air di dalam rumahnya, mencapai ketinggian sepaha orang dewasa.
Karena itulah, Mbah Ngatinem memilih tinggal di rumahnya, ketimbang keluar rumah dengan melewati kedalaman air yang rawan membahayakan keselamatan dirinya.
Di plafon itu Mbah Ngatinem menghabiskan waktunya dengan berbaring bersama sang anak.
Plafon itu lebih mirip seperti loteng sederhana sebagai tempat untuk bertahan hidup di tengah banjir.
Mbah Ngatinem yang sudah renta itu tersenyum sumringah saat didatangi dan diajak berbincang ringan mengenai kondisinya.
“Terima kasih lah sudah dielangi,” ujarnya kepada beberapa jurnalis yang berkunjung.
Ia bersama anaknya hanya ditemani dengan selimut tipis dan kasur seadanya. Kesannya, yang penting tidak tidur di atas air.
Kondisi ini semakin memprihatinkan lantaran belum ada bantuan logistik yang sampai.
Saat ditanya kenapa tidak memilih untuk mengungsi, Mbah Ngatinem mengatakan sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini.
“Ulun (saya) sudah terbiasa tidur di atas plafon waktu banjir, mau disini saja,” kata Mbah Ngatinem.
Entah itu cuaca sedang hujan atau panas, Mbah Ngatinem tetap tidur beralaskan kasur tipis yang ia miliki.
“Kalau mau mandi-mandi biasanya turun dulu,” ujarnya.
Tentu, kondisi ini tidaklah mudah mengingat usianya yang sudah renta harus naik turun tangga seadanya. Beruntungnya, saat ini Mbah Ngatinem ditemani sang anak yang bisa menjaganya.
“Kalau makan biasanya ada anak saya yang nganterin kesini,” ceritanya.
Meski begitu, ia tetap bersyukur masih bisa bertahan hidup di tengah banjir. Meski biasanya tinggal seorang diri di rumah itu, Mbah Ngatinem masih dikelilingi 4 orang anak dan 7 cucunya.
Ia tidak berbicara banyak. Kalimat yang ia ucapkan saat kami berkunjung terdengar seperti doa dan harapan besar untuk kondisinya Kabupaten Banjar saat ini.
“Doakanlah mudahan banjirnya cepat surut dan kita bisa beraktivitas seperti biasa lagi,” tutupnya.***
nurul octaviani sbn