suara banua news – JAKARTA, Tingkat keakuratan tes usap atau swab test yang dilakukan Badan Intelijen Negara (BIN) telah memenuhi standar protokol laboratorium. Hal itu ditegaskan oleh Deputi Vll BIN, Wawan Hari Purwanto, di Jakarta, kemarin.

AWALNYA, Wawan menjelaskan soal peran BIN dalam penanganan Covid-19 di Indonesia. Sesuai dengan UU 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, jelas Wawan, BIN punya fungsi untuk mendeteksi ancaman nasional. Kepala BIN, Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan juga memerintahkan kepada seluruh jajaran BIN bergerak membantu pemerintah dalam upaya memutus rantai penyebaran Covid-19.


Dalam UU tersebut, tambah Wawan, BIN dinyatakan sebagai alat negara yang menyelenggarakan fungsi intelijen dalam negeri dan luar negeri, yaitu penyelidikan, pengamanan dan penggalangan, yang tujuannya adalah men¬deteksi, mengidentifikasi, menilai, menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan intelijen dalam rangka memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan bentuk dan sifat ancaman yang potensial dan nyata terhadap keselamatan dan eksistensi bangsa dan negara, serta peluang yang ada bagi kepentingan dan keamanan nasional.

Lalu, Wawan bicara soal proses swab test yang dilakukan BIN. Katanya, dalam proses swab test, BIN menggunakan Laboratorium PCR yang sudah berstandar Biosafety Level 2 (BSL-2) bersertifikat Internasional pertama di Indonesia. Wawan juga menegaskan, Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki BIN punya standar yang tinggi. Para dokter hingga tenaga kesehatan merupakan lulusan terbaik dari universitas ternama di Indonesia dengan kualifikasi biomolekuler. “Yang kita miliki semuanya kompeten dibidangnya,” tegas Wawan.

Bahkan, sambungnya, BIN mempunyai beberapa ahli, diantaranya mulai dari biomolekuler, bioinformatika dan esai protein, genetika evolusi, diagnostic molekuler, patologi molekuler visologi hewan, hematologi, klinik kimia. Biomedis, imunoserologi, rekayasa tumbuhan, mikrobiologi lingkungan, dan patologi klinik. “SDM kita itu lulusan-lulusan universitas ternama di Indonesia di antaranya ITB, IPB, UI dari S-1 hingga S-3,” sambungnya.

Tidak hanya itu, jelas Wawan, BIN juga melakukan kerjasama dengan institusi lain untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 seperti UNAIR, UGM, Eijkman, dan lain lain.

Sementara itu, sertifikasi untuk laboratorium, Wanny Basuki menerangkan, BIN mempunyai 4 mobil laboratorium dengan fasilitas BSL2 yang didesain berdasarkan standar WHO dan lab EBDC yang merupakan BSL2 juga, tetapi dibuat dengan tekanan negatif. Keempat mobile laboratorium tersebut sudah disertifikasi oleh WBHT dan sertifikasinya berstandar internasional.

Dalam melakukan sertifikasi, WBHT memeriksakan banyak hal, misalnya: Pertama, interior BSL-2 facility berdasarkan As-built drawing (architectural, interior, MEP, AHU, etc). Kedua, spesifikasi-material yang digunakan, misalnya: dinding, pintu, lantai dan langit-langit. Ketiga, inspeksi dari Biosafety Cabinets (BSC)-harus sudah disertifikasi.

Keempat, inspeksi dari penunjang lainnya, seperti eyewash dan supporting spaces including finishing, safety and maintenance concerns. Kelima, inspeksi laporan testing and commissioning report. Keenam, review SOP, user manual, lab safety dan procedure, termasuk biosafety plan and emergency response plan and waste management plan. Ketujuh, sebagai tambahan, dari sekian banyak institusi maupun rumah sakit, tidak banyak yang bersertifikat dan salah satunya adalah milik BIN.

Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran UI, Budiman Bella menjelaskan hasil swab test BIN yang berbeda hasil swab test di tempat lain. Budiman mengungkapkan, dalam melakukan uji sampel menggunakan PCR test di BIN, menggunakan ambang batas yang tinggi. Sehingga sensitivitas untuk mengetahui hasil positif atau negatif Covid-19 lebih akurat. “BIN menerapkan ambang batas standar hasil PCR tes lebih tinggi dibandingkan institusi lain,” tegasnya.

Nilai CT QPCR atau ambang batas bawah hasil tes PCR biasanya adalah 35, tapi kata Budiman, BIN mempunyai ambang batas 42 sehingga lebih sensitif. “Hal itu untuk mencegah orang tanpa gejala lolos screening,” jelasnya.

Selain itu, menurut Budiman, ada sejumlah faktor lain mengapa hasil swab test berbeda jika melakukan test di tempat yang berbeda. Ia mencontohkan bila seseorang swab test di dua lokasi yang berbeda dengan hari yang berbeda, maka kemungkinan besar hasilnya berbeda pun tak dipungkiri.

Hasil positif menjadi negatif itu, katanya, disebabkan sejumlah faktor. RNA/protein yang tersisa (jasad renik virus) sudah sangat sedikit, bahkan mendekati hilang, sehingga tak lagi terdeteksi. Apalagi subjek tanpa gejala klinis dan dites pada hari yang berbeda. OTG/asimptomatik yang mendekati sembuh berpotensi memiliki fenomena tersebut. Sensitivitas reagen dapat berbeda terutama bagi pasien yang nilai CQ/CT-nya,” terang dia.

Untuk diketahui, selama Pandemi Covid-19, BIN telah melakukan test di beberapa daerah seperti Jakarta, Tangerang, Bandung hingga Surabaya. Selamka 6 bulan terakhir, sebanyak 85 ribu lebih telah diambil spesimennya oleh Medical Intelijen BIN.***
sumber RMco.id
Rakyat Merdeka

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here