suara banua news – BANJARMASIN, Pengamat Hukum dan Pemerintahan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Muhammad Effendy menilai, fenomena exodusnya para ASN di lingkungan Pemkab Banjar, adalah imbas dari kesepakatan politik penguasa dan partai pengusung.

HAL ITULAH menurut Muhammad Effendy yang selama ini menjadi problem setiap pelaksanaan pilkada maupun pasca pilkada.

Pasalnya, ASN akan berada di posisi dilema. Ikut berpolitik ada resiko terpinggirkan. Apabila tidak ikut, ia juga dihantui akan mendapat masalah ataupun terhalang dalam hal promosi.


” Kondisi ini yang harus kita kritik. Jangan libatkan ASN dalam politik, agar ia dapat fokus bekerja secara profesional, ” ungkapnya.

Namun begitu, Muhammad Effendy juga menilai ada beberapa faktor lain kenapa ASN yang bersangkutan lebih memilih episode ke rumah yang lebih besar.

Salah satunya mengalami hambatan karir di tempatnya bertugas, karena hubungan yang kurang harmonis dengan pimpinan.

Kemudian ASN yang bersangkutan memiliki akses dengan pejabat provinsi untuk mendapat jabatan baru serta tunjangan kesejahteraan lebih tinggi di pemerintah provinsi.

Lebih Jauh Muhammad Effendy menilai, apabila seorang kepala daerah tidak peka dalam melihat ataupun menangani masalah ini, maka justru akan menjadi presedir buruk bagi pemerintahan yang di pimpinnya kemudian hari.

” Solusi terbaik adalah sebaiknya kepala daerah mempertimbangkan berdasarkan kemampuan dan profesionalitas ASN yang bersangkutan, bukan pertimbangan politik atau like/dislike,” jelasnya.

Berdasarkan data BKPSDM Kabupeten Banjar, tercatat sebanyak 36 ASN telah mengajukan usulan mutasi di sepanjang tahun 202, akan tetapi hanya 13 ASN diantaranya yang telah disetujui.***
foto Istimewa
budi sbn


LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here