suara banua news- BANJAR, Keberadaan ritel modern di Kabupaten Banjar dinilai berpotensi menggerus para pelaku kecil dan menengah, menyusul tidak adanya regulasi yang mengatur ritel modern di Kabupaten Banjar. Sehingga keberadaannya tidak hanya di kawasan perkotaan, melainkan sudah merambah ke kawasan pedesaan.

BERDASARKAN data Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Banjar, jumlah ritel modern mencapai 86 buah yang tersebar disejumlah lokasi di Kabupaten Banjar.


” Jumlah ritel modern itu ada 86 dan yang masih proses itu ada 5. Jadi total ada 90 an yang sudah ada ijin nya,” kata
Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Banjar, Yudi Andrea.

Disebutkannya lagi, permohonan ijin yang masuk ke kantornya mencapai puluhan setiap tahunnya.

Permohonan ijin tersebut meliputi ijin pindah lokasi dan ijin baru. Dari puluhan permohanan ijin tersebut, tidak semua nya keluar, jelas Yudi.

” Yang diberikan itu, hanya sebagian dari puluhan ijin yang diajukan. Itupun yang memenuhi syarat,” sambungnya.

Sebelum memberikan ijin, Dinas DPMPTSP melibatkan Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Perindustrian dan Perdagangan (DKUMPP), Dinas Perhubungan dan Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) serta Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup Kabupaten Banjar (DPRKPLH) dalam melakukan uji kelayakan.

Dalam memberikan perijinan, Dinas DPMPTSP mengacu pada Permendag RI, dan karena memang secara regulasi itu sudah banyak meng-cover. Termasuk tentang tata caranya.

Jadi secara prosedurnya, perlaksanaannya, itu bisa pihaknya laksanakan. Tetapi memang perlu lagi adanya aturan yang diproduk daerah (perda), lanjutnya.

Di dalam perda tersebut, klausulnya harus ada memuat produk lokal yang diakomudir sebuah ritel modern, jika ingin mendapatkan perijinan untuk beroperasi.

Sebelumnya DPRD Kabupaten Banjar pernah menggodok Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) retail modern sejak 2021. Namun dalam prosesnya Raperda Ritel Modern berganti nama menjadi Raperda tentang Penataan dan Pembinaan Toko Swalayan.

Pembahasan raperda ini rampung pada Desember 2023, di Komisi II DPRD Kabupaten Banjar, tapi belakangan raperda ini dicabut.

Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Banjar Irwan Bora menjelaskan, bahwa unsur pimpinan DPRD sudah lama menyarankan agar raperda tersebut ditarik atau dibatalkan saja.

Hal ini dikarenakan unsur pimpinan sudah melihat kondisi usaha-usaha masyarakat kecil yang semakin terkebelakang atau tertinggal akibat keberadaan pasar swalayan atau ritel modern yang sudah masuk ke wilayah pelosok desa, ungkap Iran Bora.

Atas dasar saran pimpinan tersebutlah, Komisi II DPRD Kabupaten Banjar akhirnya bersepakat untuk menarik Raperda Penataan dan Pembinaan Toko Swalayan untuk dibatalkan menjadi Perda.***
gusdur sbn

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here